Jika memang kejombloan adalah suatu standar dari kegagalan menjadi seorang pemuda kekinian, maka akulah pemuda kekinian yang gagal tersebut. Diumur yang telah mencapai kepala 2 dan sudah hampir resmi menjadi sarjana, aku masih suka asik sendiri(an). Padahal, coba tengok wanita-wanita kuliahan yang rajin memperbarui foto atau kehidupannya di instagram dan path, mereka terkadang menuliskan curhatan bahwa mereka sudah lelah kuliah, dan ingin segera menikah saja. Lah, kuliah aja udah lelah, gitu minta nikah. Nanti habis nikah mau sambil lanjutin kuliah lagi gitu? Hambok pikir nikah disambi kuliah ki ga kesel tah? MIKIR! Yah, mungkin maksud mereka hanya untuk candaan semata.
Lantas, mengapa aku masih suka sendiri padahal banyak wanita-wanita di dunia maya sana yang sudah minta dinikahin karena lelah kuliah? Ah, sebenarnya aku bingung juga untuk menjawab pertanyaan iseng seperti ini. Jadi, terlepas dari alasan-alasan religius yang membuatku masih suka asik sendiri sampai saat ini, bagiku menjalani sebuah hubungan serius dengan seorang wanita (apalagi dua), bukan untuk sekedar menggantikan status pribadi dari jomblo menjadi pacaran. Bukan pula agar ada yang membersamai ketika makan, minum, main, nongkrong, atau ada yang diapelin ketika malam minggu tiba. Apalagi cuma sekedar dijadikan pendamping ketika wisuda atau pergi ke kondangan nikah. Jika memang ingin menjalin hubungan dengan wanita hanya untuk hal-hal diatas, kupikir ga perlu sampai menjalin hubungan yang serius-serius banget. Sekedar teman cukuplah.
Lagipula, aku sadar bahwa sepertinya aku masih belum bisa menjalin hubungan serius dengan wanita, khususnya dalam waktu dekat ini. Aku masih belum siap jika nantinya tersandera oleh kepentingan-kepentingan seorang pasangan kekasih, if you know what i mean. Sementara, aku masih suka mengedepankan dan memprioritaskan ego dan mimpi masa mudaku. Padahal, sebelum nantinya menjalin hubungan serius dengan wanita yang akan menjadi pasangan, aku harus bisa pastikan bahwa dia juga mendapat tempat khusus di hatiku, berdampingan dengan keluarga besar, mimpi masa muda, dan egoku. Dan ya, mungkin yang harus kukalahkan dan kuhabiskan dulu sedikit demi sedikit, demi mempersiapkan tempat khusus untuknya adalah ego dan mimpi masa mudaku sendiri. Toh kesendirian juga membuatku lebih leluasa terhadap diriku sendiri. Mau jalan-jalan kemana tinggal jalan aja. Gausah banyak pikiran mumpung masih sendirian. Besok-besok kalo sudah punya pasangan, belum tentu bisa se-ego pengen makan dimana ya tinggal makan. Karena kelak ketika sudah ada pasangan, semua harus dikomunikasikan, atau mungkin dikompromikan.
Alasannya terlalu naif? Klise? Normatif? Iya, gapapa. Ada yang bilang, mending jomblo, tapi tiba-tiba sebar undangan nikah, daripada pacaran lama, tapi ga nikah-nikah. Toh bagiku hubungan serius bukan untuk sekedar dipamerkan ke khalayak ramai kan? Apalagi sampai menjadi konsumsi publik. Ya, pada akhirnya tulisan ini mungkin hanya dianggap sebagai mekanisme pembelaan ego terhadap kejombloan yang masih kualami hingga hari ini, atau tepatnya malam minggu ini. Tapi tenang, akan ada suatu hari nanti ketika aku memposting tulisanku, aku sudah tidak lagi sendirian, mungkin juga sudah tidak lagi jomblo. Dan ketika hari itu tiba, mungin aku sedang tidak menuliskan tentang kejombloan. Jadi, kenapa hari ini aku masih jomblo? karena hari itu masih belum tiba.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar