Sabtu, 16 Juli 2016

Perempuan Pilihan

16 Juli 2016

Perempuan Pilihan

Hari minggu kemarin, aku bersama beberapa saudara berkunjung ke rumah musyrif kami semasa kelas 6 di Muallimin dulu. Bila 3 tahun lalu kami berkunjung ke Jogja dalam rangka menghadiri wisudanya, maka kali ini kami berkunjung ke Tuban dalam rangka silaturahim. Bukan lagi sebagai murid dan musyrif, mungkin lebih tepat sebagai saudara lama. Beberapa hal masih tampak sama, semisal kesederhanaan dan ketaatan hidup beliau. Hal yang berbeda, kini beliau telah memiliki istri dan seorang putri.

Obrolan kami dibuka tentang kuliah, jurusan, serta masalah pekerjaan. Serasa seperti forum ba'da maghrib kelas 6 dulu. Bedanya, sekarang bukan lagi antara musyrif dan murid, mungkin lebih tepat dikatakan seorang adik dan kakak. Kemudian, aku memulai topik yang menarik tentang masalah masa depan, bukan tentang pekerjaan tapi tentang perempuan. Biar bagaimanapun, usia kami memang sudah sepantasnya membicarakan topik ini. Entah mengapa, aku lebih nyaman membicarakan masalah ini pada beberapa orang dibandingkan orang tuaku sendiri. Kami juga selalu tertarik dengan kisah-kisah kehidupannya, terutama percintaanya.

Kebetulan, seorang saudaraku juga sedang dirundung masalah perasaan, dan butuh nasihat seseorang. Dan kesimpulan dari nasihat yang mungkin bisa kuambil kemarin, seorang lelaki harus bisa bersikap dengan tegas dan jelas. Gengsi, apalagi keserakahan tidak akan pernah memenangkan cinta. Kita tidak akan bisa memenangkan dua perasaan dalam satu waktu sekaligus dalam hal percintaan, oleh karenanya ketegasan dalam bersikap dan memilih, dibutuhkan seorang lelaki. Dan yang penting, libatkan Allah, orang tua, dan saudara dalam memilih calon pasangan hidup, dan pilihlah wanita yang baik agama dan akhlaknya. Baru dilihat nasab, harta, dan cantiknya.

Urusan tentang perempuan memang tidak pernah tidak menarik untuk dibahas, apalagi terkait kehidupan masa depan. Pada akhirnya, kami harus pamit untuk kembali melanjutkan perjalanan. Bukan saja menuju Surabaya, tapi juga menuju masa depan.

Terima kasih Ka Wisda untuk jamuan soto, obrolan, dan nasihat-nasihatnya. Semoga ketika nanti silaturahim kembali, sudah ada perempuan pilihan terbaik, yang akan mendampingi perjalanan kami.

Senin, 11 Juli 2016

Pacarmu Bisa Apa?

Pacarmu bisa menyebrangi selat madura dengan berenang. Pacarmu bisa memainkan alat musik saxophone. Dan pacarmu bisa membuatmu nyaman. Tapi kalo Tuhan bilang aku jodohmu, pacarmu bisa apa?

Minggu, 10 Juli 2016

Syawalan A6

10 Juli 2016

Syawalan A6

Hari terakhir di kampung halaman sebelum kembali ke perantauan kemarin, aku mengahadiri acara silaturahim dan syawalan rutin bersama para alumni, alum, dan adik-adik Muallimin-Muallimaat. Berkumpul dengan mereka ini selalu mengasikan, karena kisah-kisah yg akan diceritakan tidak akan pernah membosankan, meskipun hanya seputaran kehidupan asrama (bukan asmara). Tidak pernah terlalu serius, meski terkadang ada saja jurus-jurus sepik yg dilacarkan, atau mata yg diam-diam saling mencuri lirik dan pandang.

Ketika aku masih menjadi santri muin (Muallimin) dulu, teman-temanku menyebutku aktifis muat (Muallimaat), sebutan untuk anak muin yang sukanya cari-cari bahkan curi-curi cara untuk kenalan dengan anak muat. Entah mengapa, bagiku mereka memiliki keistimewaan tersendiri. Sampai sekarang pun masih sama. Bahkan ketika kelas 6 dulu, aku pernah sesumbar mengatakan bahwa aku ingin memiliki istri seorang alumni Muallimaat. Meskipun musyrifku (Ka Wisda) yang juga alumni Muin mengatakan bahwa diluar sana nanti masih banyak wanita yang lebih menarik daripada anak muat. Belakangan aku baru tau bahwa istrinya juga alumni muat, tapi belum ku konfirmasi kebenarannya.

Lalu, apakah salah ketika anak muin naksir anak muat? Tentu tidak. Bagiku yg salah adalah ketika anak muin dan muat saling pacaran. Bukan karena aku tidak pernah pacaran dengan anak muat, tapi selain memang melanggar aturan madrasah, kalian juga masih terlalu belia. Lebih baik fokus untuk saling berkarya, berprestasi, dan berdoa agar dijodohkan diwaktu yang tepat dan tepat waktu. Bukankah itu lebih keren? Jika kalian pacaran sekarang hanya untuk saling mengadu perasaan, percayalah bahwa itu tidak lebih dari sekedar membuang waktu
.
Teruntuk adik-adikku yang muat, jangan mau pacaran sama anak muin! Kalo mau, mending sama alumni muin aja. Apalagi kalo dia suka membaca, menulis, juga berprestasi. Jadi duta anti narkoba misalnya, sip sudah itu. Dan teruntuk adik-adikku yang muin, jangan pacarin anak muat ya! Kalo mau, lamar aja nanti kalo sudah jadi alumni, sudah sama2 siap, dan sudah direstui.

Jadi, selamat kembali berjuang meraih cita-cita dan cinta masing-masing ya dek, sukses untuk kita semua! Tahun depan, kuy kita syawalan asik lagi. 

Selasa, 05 Juli 2016

Terima Kasih Bu Guru!

Jurnal Digital

30 Ramadhan 1437 / 5 Juli 2016 / hari 30

Terima Kasih Bu Guru!

Sore tadi aku kembali menghadiri buka bersama. Namun, buka buka bersama kali ini cukup berbeda. Karena kali ini buka bersama dalam rangka temu kangen dan reuni akbar lintas angkatan SD Muhammadiyah Paser, sekalian juga menginisiasi pembentukan keluarga alumni. Meskipun aku lebih suka menyebutnya reuni mini. Dengan persiapan dalam waktu yang minimalis dan panitia serta peserta yang juga minimalis karena mendadak, mereka tetap berhasil mengadakan acara yang keren dan asik maximal.

Kemudian, yang membuat buka bersama kali ini juga berbeda, para panitia yang keren-keren ini mengadakan acaranya di SD Muhammadiyah dan turut mengundang para dewan guru. Dan Alhamdulillah, beberapa guru senior dapat menghadiri acara ini dan mereka masih mengenal para muridnya, termasuk aku sendiri. Aku bisa melihat kebahagiaan dan keharuan bu Rini, salah satu guru senior dan juga guru yg kuhormati semasa SD ketika beliau memberikan sambutan saat acara tadi.

Berada pada suasa seperti ini dan diantara para guru-guru SD, membuatku merasa seperti menjadi murid SD kembali. Mereka adalah orang-orang berjasa yang membuatku terbiasa mengucapkan salam dan mendahulukan kaki kanan ketika masuk ruang kelas, membuatku hafal lagu Sang Surya dan lagu-lagu Muhammadiyah lainnya, membiasakanku tadarus beberapa surah Al Quran sebelum pelajaran dimulai, membiasakan kami sholat dzuhur berjamaah sedari kecil, dan masih banyak lagi ilmu lainnya, selain mentransfer ilmu-ilmu duniawi.

Kadang kita terlalu sibuk buka bersama kawan-kawan lama dengan tema reuni, tapi jarang mengajak para guru sekalian ikut reuni. Padahal, masa indah pada saat sekolah, bukan saja bersama kawan-kawan lama. Terkadang kenangan bersama  para guru pun cukup lucu dan menyenangkan untuk dikenang, meskipun itu berupa cubitan di lengan.

Jadi, terima kasih kepada adik-adik panitia yg keren-keren yang hari ini sudah kembali membuatku merasa menjadi murid SD lagi, dan terima kasih para ibu Guru yang sudah berkenan hadir menemui anak-anakmu yg bandel-bandel ini.

Semoga selalu sehat, penuh berkah, dan senantiasa dalam lindungan Allah ya bu guru, dan terima kasih untuk ilmu serta doanya selama ini. ☺

#alumnisdmuhtgt

Senin, 04 Juli 2016

Menata(p) Masa Depan

Jurnal Digital

29 Ramadhan 1437 / 4 Juli 2016 / hari 29

Menata(p) Masa Depan

Mereka berdua adalah dua orang dari sebagian kecil kawanku di kampung yang membuatku tidak merasa asing ketika pulang kampung. Mungkin karena sebagian hidupku lebih sering kuhabiskan di kampung-kampung orang, aku kadang merasa asing di kampung sendiri. Mereka berdua adalah Hendra dan Fajar. Kami bertiga sudah bersahabat sejak lama.

Bahkan aku dan Hendra sudah berkawan sedari TK. Persahabatan kami bertiga bisa dibilang unik. Kami lebih sering bertengkar, berdebat, saling mengejek, saling membunguli, saling rasan-rasan, dan kadang saling benci, tapi tetap saja selalu main dan tertawa bertiga. Bungul banar jar orang banjar.


Ketika idul fitri setiap tahunnya, kami pun selalu kompak untuk jalan-jalan silaturahim kemana-kemana bertiga. Mungkin kami bersahabat seperti anak kecil, tapi aku suka. Kami bertengkar, berdebat, ribut, bahkan frontal, tapi selalu diakhiri dengan tertawa. Tidak ada dendam sama sekali, hanya tawa saja dan kemudian bertengkar lagi, berdebat lagi, ribut lagi. Tadi sore kami mengadakan buka bersama kawan-kawan lama dan lagi-lagi yg pertama kali datang kami bertiga, padahal kami tidak janjian.

Sebenarnya aku lebih suka menyebut buka bersama tadi sore sebagai pesta bujang. Ya, karena salah satu dari kami pada bulan ini akan mengakhiri masa lajangnya secara hakiki. Aku turut bahagia, tapi juga sedikit khawatir. Apa besok ketika sudah berpasangan, dia masih bisa kami ajak main bersama? Bertengkar lagi, berdebat lagi, ribut lagi? Kalaupun tidak bisa, maka maklum adalah keharusan.

Mungkin ini juga sebagai pengingatku bahwa aku sudah beranjak tua dan (semoga) dewasa. Beberapa kawanku bahkan akan dan sudah membangun rumah tangga. Diumur yang sekarang, sudah saatnya selain selalu bermain dan menikmati hidup, aku juga harus mulai untuk menata dan mempersiapkan diri untuk kehidupan masa depan secara serius.

Jadi, selamat (akan) menempuh hidup baru ya Hen! Tetap asik dan tetap usik sama kita ya! Dan semoga rumah tangganya nanti sakinah, berkah, dan berprestasi, aamiin. 

Semoga aku sama Fajar bisa segera nyusul juga ya! 

PS: kalo buka bersama, jangan lupa sholat bersama (jamaah) juga ya! ☺

Minggu, 03 Juli 2016

Syarat Melamar Wanita

Jurnal Digital

28 Ramadhan 1437 / 3 Juli 2016 / hari 28

Syarat Melamar Wanita

Tausiyah sehabis isya di Masjid Syuhada tadi diisi oleh Dr. Kastolani, MA. Beliau adalah kepala pengadilan agama Kab. Paser. Sekilas tampak masih muda. Tema malam ini pun sesuai dengan latar belakang beliau, yaitu problematika rumah tangga. Kupikir ini akan membosankan, karena sepertinya lebih cocok bagi para orang yang telah berumah tangga.
Tapi ternyata dugaanku salah. Selama 30 menit, aku betul-betul memperhatikan materi tausiyah beliau. Beliau membuka tausiyahnya dengan mengatakan bahwa konsep keluarga muslim itu bukan sakinah dan bahagia, tetapi sakinah dan barokah. Jika dikatakan bahagia, sangat tidak realistis.

Tidak realistisnya semisal, ketika seorang suami selingkuh, apa istri akan tetap bahagia? Atau ketika keluarga sedang susah dan bermasalah, apa juga akan bahagia? Tentu tidak. Rasul dan para sahabat pun ketika berumah tangga, tidak selalu bahagia. Tetap ada masalah dan duka. Karenanya kepada orang yang menikah, sunnahnya kita doakan agar sakinah dan berkah, bukan sakinah dan bahagia. Bahkan beberapa ulama memakruhkannya.

Dan yang paling menohok adalah, ketika beliau menghimbau kepada para wali wanita bahwa sebaiknya menambahkan mahar atau syarat kepada lelaki yang ingin melamar anak wanitanya, yaitu sholat shubuh 40 hari berjamaah di masjid. Jika belum bisa, lebih baik jangan diterima lamarannya. Karena orang yang bisa istiqomah sholat shubuh minimal 40 hari, InsyaAllah dapat membina rumah tangga dengan baik.

Kunci keberhasilan rumah tangga keluarga, terletak dari sholatnya. Begitupun keretakan sebuah keluarga. Tidak jarang orang yang berantakan rumah tangganya, ternyata sholatnya pun berantakan. Bahkan beliau mengatakan bahwa di era modern sekarang, rumah tangga baik dan stabil itu merupakan prestasi. Fastainu bi shabri wa sholah, maka, jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu.

Jadi, kamu yakin sudah siap bangun rumah tangga bulan syawal besok? Bangun shubuhan berjamaah di masjid sudah belum? Kalo belum, hati2, nanti rumah tangganya ga berprestasi lho! 

PS: ini juga nasihat buat diri sendiri ☺

Sabtu, 02 Juli 2016

Teguh Berhijrah

Jurnal Digital

27 Ramadhan 1437 / 2 Juli 2016 / hari 27

Teguh Berhijrah

Aku punya kawan lama, sebut saja namanya Teguh. Setiap bulan ramadhan tiba, pasti aku selalu bertemu dengannya. Seringnya di masjid ketika melaksanakan taraweh. Begitupun ramadhan kali ini, aku kembali bertemu dengannya.

Namun kali ini ada sedikit perbedaan dibandingkan pertemuan-pertemuan sebelumnya. Aku bertemu dengannya di dalam masjid, di shaf terdepan ketika sholat isya hendak dimulai. Bahkan, dia lebih seregep melaksanakan ibadah sholat sunnah. Keesokannya, aku datang sedikit lebih awal. Ternyata, Teguh sudah kembali mengisi shaf terdepan, sambil membaca mushaf Qur'an.

Teguh ini kawan seumuran dan seangkatanku. Namun, dia sekarang telah bekerja. Beberapa kawanku pun tau betul bahwa Teguh sempat memiliki catatan hitam dalam masa lalunya. Namun siapa sangka bahwa Teguh yang meskipun memiliki masa lalu yang buruk, ternyata mampu menjadi pribadi yang lebih baik? Setidaknya dia datang lebih awal ke masjid, masih mengisi shaf terdepan di akhir ramadhan, dan masih mau membaca Qur'an.
Bahasa kerennya sekarang, Teguh lagi berhijrah. Maka benar saja, setiap orang yg memiliki masa lalu yang buruk, maka dia juga punya hak yang sama untuk memiliki masa depan yang lebih baik. Bisa jadi orang yang hari ini gemar tampil dengan rambut terurai warna warni, mengenakan pakaian semi bikini dan rok mini, besok adalah orang yang paling rapat menutup aurat.

Sebagai muslim, aku diajarkan bahwa tugas manusia bukan untuk mencatat dosa orang lain, itu tugas malaikat. Apalagi sampai menghakimi, menyalahkan, mengkafirkan, atau malah menerakakan seseorang. Tugasku adalah saling mengajak, manasihati, atau minimal saling mendoakan dalam kebenaran dan kesabaran. Toh pahala dan dosa, serta surga dan neraka bukanlah monopoli seorang manusia, tapi hak prerogatif Allah subhanahu wa ta'ala.

Jadi, masih galau malam minggumu mau ngapain? Ya kali ga malu sama si Teguh yang datang lebih awal ke masjid, ngisi shaf depan, dan baca Qur'an. 😄

Jumat, 01 Juli 2016

Babeku Petani

Jurnal Digital

26 Ramadhan 1437 / 1 Juli 2016 / hari 26

Babeku Petani

Dulu aku sering bingung ketika mengisi form tentang profesi ayah (babe). Kupikir profesi sebuah pekerjaan yang membutuhkan jam kerja dan seragam. Polisi, tentara, guru, dan dokter adalah profesi yang kutau. Padahal babe juga punya jam kerja, pagi dan sore. Pun seragam kerja, kaos lengan panjang kumal, sepatu boot safety, topi, dan cangkul. Iya, profesi babeku adalah petani.

Aku memang keturunan keluarga petani dari garis ayah. Kaiku (kakek) seorang PNS di dinas pertanian. Babe juga alumni sekolah pertanian ketika sekolah setingkat SMA dan kuliah di jurusan pertanian. Dia adalah orang yang membuktikan padaku bahwa jurusan pertanian pun bisa mencetak petani. Aku bingung, ketika jurusan kedokteran mencetak dokter, jurusan psikologi mencetak psikolog, aku belum pernah dengar jurusan pertanian mencetak petani. Aku pun melanjutkan tradisi keluarga sebagai petani, meskipun hanya di harvest moon.

Jauh sebelum orang-orang berbicara tentang passion, babe telah memberikanku contoh nyata apa itu passion. Ya, baginya bertani bukan sekedar profesi, beliau mengatakan bahwa ini juga hobi, olahraga, sekaligus kerja. Beliau sangat mencintai dan berusaha menularkan passionnya ini padaku. Dan tampaknya mulai berhasil. Harvest Moon pun membuatku memiliki impian yang masih kujaga sampai sekarang, yaitu memiliki lahan pertanian dengan peternakan ayam, domba, dan sapi yang bisa kuawasi sambil berkuda. Pelan tapi pasti, ternyata malah babe yg mulai mewujudkannya.

Babe menunjukan bahwa profesi bukan tentang sekedar gengsi. Tapi lebih penting lagi, bagaimana sebuah profesi bisa membuat hidup lebih hidup, dan bisa menghidupi kehidupan. Tetes keringatnya selama bertani nyatanya bisa membuatku sekolah, membeli buku-buku, dan sebagai uang jajanku, selain daripada gaji mama juga sebagai bidan.

Sekarang, jika ada orang yang bertanya tentang profesi babe, maka dengan bangga aku menjawab bahwa profesi babeku adalah petani. Dan akupun akan menyusul dan melanjutkan usahanya sebagai petani suatu saat nanti. Ya namanya juga keluarga petani, mau jadi apapun ya tetap juga bertani. 

PS: Buah naga merah, segar dan manis kayak kamu, minat? PM ☺